Sunday 3 February 2013

Suatu Malam di bulan Februari

Baru saja saya menonton salah satu acara tv tentang seseorang yang memberikan berbagai moivasi untuk kehidupan manusia. Bukan tontonan rutin sih, hanya kebetulan sedang tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan selain menonton tv, dan perhatian saya tertuju pada acara tersebut. Kebetulan, saya penggemar tema-tema tentang cinta dan sekawanannya, acara ini menyuguhkan tema 'true love'. Langsung saja, remote tv tidak beranjak, dan mata saya tidak berhenti memperhatikan cara-cara dan penjelasan-penjelasan yang diberikan penyaji, tentang apa itu 'true love' menurut mereka.
Acara ini dihadiri oleh salah satu tokoh nasional yang saya sangat kagumi, karena sosoknya yang sederhana dan cerdas, ditambah lagi, film tentang kisah hidupnya dengan sang Istri sangat sukses dan menarik perhatian khalayak. Bapak satu ini langsung terkenal dengan 'cinta sejati' nya pada sang istri, ketimbang hasil jerih payahnya di bidang teknologi bagi indonesia. Setidaknya itu menurut saya. Dan dengan tanpa mengurangi kekaguman saya pada kecerdasan dan sumbangsihnya terhadap Indonesia, tetapi dengan mendengar kisah cintanya dengan sang istri, membuka mata saya. Ternyata, diluar apa yang dikatakan Ibu saya selama ini, bahwa lelaki kebanyakan pasti tidak akan mampu berlama-lama tanpa istri, tapi seorang wanita akan lebih mampu mempertahankan kesetiaannya pada suami, tanpa harus tergantikan dan rumahnya terisi dengan lelaki lain saat sang suami tidak lagi berada di sampingnya. Tetapi, Bapak yang satu ini, dengan gamblang dan bangga, menyerukan kepada dunia, bahwa beliau sangat mencintai istrinya, dan sempat 'kehilangan' dirinya saat sang istri pergi untuk selamanya. 
Tapi disini saya tidak akan berpanjang lebar menceritakan kisah orang lain, yang semakin banyak saya dengar, semakin sering saya perhatikan, membuat saya kehilangan jati diri dalam mencintai seseorang. Kehilangan ke-ciri khas-an saya dalam menyayangi dan memberikan a whole part of my life untuknya. 
Semakin sering saya menonton romantisme orang lain baik fiktif maupun nyata, maka akan semakin sering pula bagi saya untuk membanding-bandingkan kisah saya dengan kisah mereka. Dan hal itu, menghapus sedikit demi sedikit rasa syukur saya terhadap kehidupan saya dan pasangan. Dan, ini sangat tidak sehat bagi saya, bagaikan makan fast food setiap hari, tanpa diimbangi olahraga dan minum suplemen. 
Semakin saya kagum dengan romantisme seseorang, semakin saya mencari-cari kekurangan romantisme saya dengan pasangan. 
Mungkin bagi sebagian orang yang mampu menyaring informasi dengan baik, menonton dan memperhatikan romantisme orang lain akan memberinya ide untuk berbuat lebih baik bagi pasangannya. Tetapi entah kenapa tidak berlaku bagi saya.
Tentang cinta sejati, yang orang barat bilang 'true love', saya belum bisa memaknainya sungguh. Dan malam ini, saya masih yakin akan menikahi calon suami saya yang saat ini masih mengisi hari-hari saya dengan cinta yang kadang dibumbui dengan kecemburuan dan kejengkelan yang wajar, tanpa sedikitpun rasa ragu, tanpa mengurangi rasa percaya, tanpa mencoba untuk meminta lebih dari yang ia berikan pada saya. 
Saya tidak mendeklarasikan hal tersebut sebagai cinta, terlebih lagi, cinta sejati. Karena saya tidak mengerti apa itu cinta, dan saya tidak mau mengaku cinta, jika perilaku saya belum menunjukkan perilaku penuh cinta.

Warm Regards,
RestiPucii